Arai Merah

Waktu itu aku berlari sendiri di koridor fakultasku, disana sepi karena hari libur(yaa iyalah sepi). Namun langkahku terhenti saat ada kertas berbentuk perahu dan dengan ukuran kecil, kemudian aku membukanya dan tertulis.

Tuhan.
aku berpuisi dengan menyebut namamu yang agung
berpuisi tentang banyak hal tuhan
Tuhan.
aku patah hati dan itu menggores terus tuhan
aku ingin bercerita
namun tiada satu pun telinga yang mau mendengar
tuhan.
saat langit kelam namun tanpa sang bintang
saat bulan tersenyum tanpa hiasan suara alam
langit tercintaku pertanda sudah mati
Tuhan.
aku tak tahu harus seperti apa lagi
apakah aku harus tersenyum ditengah tangisku
ataukah aku harus tertawa ditengah tangisku
cinta membuatku gila tuhan
namun aku tak pernah menyesali kehadirannya
karena untuk orang yang aku cinta
tak pernah aku memberi sebuah jalan buntu
Tuhan.
pertama aku ingin bercerita
tentang bagaimana cinta itu terbuat antara kami
tidak ada yang istimewa
dan aku tak ingin bercerita
Tuhan
mengapa sulit untuk mengungkapkan
mengapa yang ada hanya gagap di mulutku
mengapa sulit
dan dengan mudahnya air mata jatuh
namun aku tahu
aku tahu banyak hal tentang dirinya tuhan
dia yang membuatku terbius dengan kata-kata cinta
dan dia yang katanya aku cintanya
tuhan
mengapa kata-kata cinta itu hilang dengan mudah
padahal aku sudah merengek meminta kembali
rasi-rasi bintang yang aku buat telah mati
apalagi langit
dia telah dikubur dengan tenang diperaduan dingin diatas sana
kenangan yang ada hanya serpihan dari bintang-bintang sehabis terbakar
aku hanya terdiam diatas loteng
memandangi kiamat dari langitku
dia mati
dia tersakit olehku
semoga dia tenang di alam barunya
Tuhan.
mengapa sulit menerimanya kembali
benar tuhan, awalnya aku memang tersakiti
namun apakah aku salah berbicara dengan dua makna
Tuhan
mengapa sulit sekali tuhan
menciptakan nyanyian sendu dikala hujan berteriak diatas batu
mengapa hanya tangis tuhan
hidup bukan hanya untuk menangis tuhan
manusia memang lemah tuhan
namun bisakah engkau kuatkan raga dan jiwa ini tuhan
memang terasa sakit tuhan ketika ada orang yang berkata
bahwa dia menyesal telah mengenalku
tuhan, apakah ini jalan takdir untukku
mengapa tuhan
salahku apa
Tuhan maafkan aku
aku tidak pernah berkata demikian kepada orang lain
aku senang jika ada orang yang masuk dalam hidupku
aku tidak pernah menyesali kehadiran mereka
Tuhan
lelah aku
kuatkan aku

Secercah bunga 
senda gurau
barisan ilalang
serbuan lebah nan bising
nyanyian sunyi 
dan semua harap-harap cemas salah satu hati

Aku berdiri hanya menekuni sayup-sayup indah dari hujan dari dalam kamar. Ibuku berkata padaku untuk tidak kembali lagi bermain hujan, katanya nanti aku bisa sakit dan demam selama seminggu. Padahal anak-anak sebayaku terlihat asyik memainkan bola dipercikan air, ada pula yang lari-larian disepanjang air yang tergenang, sementara aku hanya diam dikamar sambil terbelenggu selimut tebal ini. Terakhir kali aku bermain hujan yaitu pada desember lalu, sebelum tahun baru 2003 yang mengisyaratkan adikku akan lahir. Namaku Gafin, nama yang diberikan orang tuaku 9 tahun yang lalu, aku terlahir dikota disebelah utara pulau jawa dan kota itu mempunyai beberapa pulau kecil. Singkat cerita aku selalu gatal-gatal dan demam setelah menyentuh air hujan, apakah air hujan begitu terkutuk padaku? padahal air hujan merupakan mainan dari tuhan untuk anak-anak sepertiku. Aku iri pada anak-anak lain yang dengan asyiknya bermain dirintikan air hujan itu. Aku kembali tidur setelah mengintip teman-temanku bermain dengan senda gurau yang amat bahagia.
"Ibu, mengapa aku tidak boleh main air hujan"kataku kepada ibuku yang datang membawa bubur ayam hangat.
"nanti kamu sakit"jawab ibuku singkat padat dan cukup membingugkan
"apakah hujan itu jahat padaku?"
"hanya saja kamu perlu istirahat, kemarin kamu hujan-hujan dan kamu sakit, makan bubur ini"

Aku masih saja tetap bingung untuk mencerna perkataan dari ibuku, hujan tidak jahat katanya, dan hujan juga memang terkadang perih saat menghujam wajahku.

*BERSAMBUNG