Arai Merah

Siang ini saya hanya pergi sendiri, dan memang saya sengaja pergi sendiri agar bisa fokus untuk meneruskan novel saya. Saya pergi ke warung kopi Blandongan yang terletak tidak jauh dari kampus saya, disini suasananya nyaman dan pastinya santai sambil sesekali terdengar nyanyian sendu yang dimainkan oleh operator musik. Saya memang pecandu kopi dan penikmat rintik hujan, jika dua unsur tersebut digabung yaitu hujan dan kopi biasanya tercipta beberapa puisi tentang nostalgia.

Mana yang benar
manusia itu bisa membedakan antara yang benar dan yang salah, atau manusia itu bisa membedakan antara yang benar namun tidak bisa membenarkan?

Pertanyaan itu terus saja membekas dalam dibenak, memang sudah banyak jawaban namun entah mengapa tidak ada rasa puas dengan jawaban yang ada. Apa aku yang terlalu selektif atau aku yang terlalu protektif dengan pendirian.

Mengopi adalah hobi tersendiri untukku, setiap pagi, siang, dan malam tidak ketinggalan mengobrol dengan segelas kopi hitam. Di Yogyakarta lebih tepatnya di daerah dekat UIN Sunan Kalijaga ada banyak warung kopi yang selalu ramai di setiap malamnya, ada Kebun Laras, Blandongan dan masih banyak yang lainnya. Dengan segelas kopi bagiku bisa mendatangkan sebuah inspirasi untuk menulis puisi, cerpen serta karya lain termasuk lukisan abstrak.

Malam ini refresing dulu, gak pake kata-kata dengan kasta bahasa yang tinggi. Anak dari jurusan bahasa memang menyimpan kata-kata aneh yang tak lazim digunakan dalam pergaulan dibumi. Tapi aku tidak ingin membahas tentang hal itu, sekarang urusan dengan hati dan cemburu. Pukul 10.15 WIB malam, masih saja aku dalam kesendirian dan hal itu sekarang menjadi hal yang wajar, sejak masa itu hilang maka hilanglah sudah apa yang aku impikan.

Sebentar dan permisi, aku ingin marah tapi dengan bahasa yang kotor. Maaf belum sempat membeli saringan, dengar dan rasakan kemarahanku.

Djaaaaaancok tenan suuuu asu. lanangan wajah bokep rambut wulu kempong kriwul-kriwul. Isamu kok gangguni wong cuk, pengen tak idoni raimu sing koyo bokep kuwi, juiih juuih.
asu ,jangkrik ,djancok ,kirek ,trenggiling, wedus, pitek ,bebek ,manuk ,sapi ,kebo ,emprit ,doro ,gagak, bubur ketan, sego goreng, cangcimeng ,tahu bacem, sate asuu. Wanimu lek aku gak ono cuk, petok aku mendem kembang kantil kowe cuk.

Waaaaaah ternyata belum lega, lagiiii ah.

Mripatmu puuuuicek, untumu jengil, djaaaaancok.

Tak perlu engkau minder dengan perasaan ini
saya lebih muda dan engkau lebih tua
lantas apa masalahnya
nabi saja menikah dengan istrinya khodijah terpaut 15 tahun lamanya
nabi saat itu berusia 25 sedangkan khodijah 40 tahun
namun saya bukan nabi dan engkau bukan khodijah
maka cukuplah turuti kata hatimu dan hatiku
ada yang berkata
jika suami lebih muda dari istrinya
maka suami yang akan meninggal terlebih dahulu
saya tak peduli
masalah maut itu masalah takdir
toh itu hanya mitos belaka kasih

engkau tak perlu memaksa pribadimu untuk mencintaiku
tak perlu kamu paksa untuk menambatkan cintamu
saya tak akan pernah memaksamu untuk sejenak mencintaiku
yang saya paksakan adalah perasaan saya yang kian berbunga kepadamu
engkau tak perlu merayu jika hanya membuatmu jenuh
rayulah pribadiku saat dirimu cinta

Senja itu
saya mengajakmu untuk menemaniku melewati senja
saya melihat senyum yang sudah lama saya rindu
dan saya mendapati senyum itu kembali saat senja menggurat merah
engkau yang terindukan
saya menunggumu dan itu sangat lama
saya merindukan engkau yang dahulu jauh
terima kasih untuk segala waktumu yang tercurah saat senja itu

manakala hati telah tertambat kuat
disitulah saya berkata bahwa
hatiku telah engkau miliki seutuhnya
namun apakah hatimu saya miliki adinda

Saat detik senja berganti maghrib
akankah setelah shalatmu engkau doakan saya dengan tulus

Yogyakarta, 3 Februari 2015

Hari kedua diperkuliahan saya menemukan sesosok yang sepertinya dulu saya kenali, wanita itu sedikit mirip dengan mantan kekasih yang kini entah apa kabarnya, saat pertama kali melihatnya saya merasakan de javu dan pandangan hanya berhenti selalu padanya. Saya tidak boleh jatuh cinta lagi hanya karena seseorang itu mirip dengan orang yang dulu pernah mencintai saya. Semua nampak mirip dan saya sadari itu, mulai dari senyum dari seseorang itu hingga cara bicaranya semua tingkahnya mirip dengan mantan kekasihku, ada yang sedikit membedakan yaitu jika mantanku badannya sedikit berlemak namun seseorang itu bertubuh mungil dan sederhana.



(Coretan yang saya temukan, 1997 IAIN Sunan Kalijaga).

Aku gemar mengutip sesuatu yang bermakna sastra yang sering aku pakai untuk bahasa puitisku, dengan nada yang sumbang aku sering meneriakkan sesuatu itu, dengan bahasa yang tabu seriang aku suarakan itu. Ini surat yang aku temukan beberapa bulan yang lalu.