Yang lebih rintik dan tajam adalah matamu
tak terwakilkan dengan apapun
matamu adalah kerinduan
kelopak matamu keindahan
dan senantiasa kurengkuh menggapaimu
lirikan matamu kesejukan
pandangan matamu terenyuh
tak terwakilkan dengan apapun
matamu adalah kerinduan
kelopak matamu keindahan
dan senantiasa kurengkuh menggapaimu
lirikan matamu kesejukan
pandangan matamu terenyuh
Malam sabtu dan minggu di Gelanggang Universitas Islam Negeri Yogyakarta teriakan demi teriakan terdengar serta tawa-tawa yang renyah menyelimuti pementasan Teater Eska malam-malam itu. Judul pertama pada malam sabtu adalah "Sayang Ada Orang Lain" yang menceritakan keluarga yang serba kekurangan dan banyak terbelit hutang. Judul kedua pada malam minggu adalah "Awal dan Mira" yang menceritakan tentang cinta seorang pemuda kepada penjual kopi, dan dalam ceritanya dipenuhi dengan konflik-konflik serta kata-kata puitis yang indah.
Malam hari yang senyap, dalam kondisi Yogyakarta yang hening. Tepatnya di warung kopi sepanjang jalan yang berderet panjang, penuh tawa renyah dan sangat menghangatkan suasana. Cerita-cerita penuh dengan deretan diksi yang terpilih serta puisi-puisi yang dibacakan penyair kopi. Tak ada rasa malu kala membacakannya, sementara aku membaca puisi dari WS.Rendra yang berjudul "Pesan Pencopet Kepada
Kamu memiliki tangan
mengapa kamu tak gandeng aku
kamu memiliki mata
mengapa kamu tak lihat aku
kamu memiliki kaki
mengapa tak kau hampiri aku
kamu memiliki telinga
mengapa tak dengar ceritaku
kamu memilik hati
mengapa kamu tak gandeng aku
kamu memiliki mata
mengapa kamu tak lihat aku
kamu memiliki kaki
mengapa tak kau hampiri aku
kamu memiliki telinga
mengapa tak dengar ceritaku
kamu memilik hati