Antara Salafiyah, tempat ngaji, siswa yang nakal, dan Teater Sutaji
22.34
Dijalan itu aku berdiri
layaknya padi yang masih hijau menunggu mentari
aku menantinya yang pergi jauh menyusuri paku itu
aku sama sekali tidak puitis
dan aku juga tak pandai merayu
namun senda gurau yang bisa aku ciptakan
(Cuplikan puisi yang dibuat di Salafiyah Kajen 2013)
Dimulai dari pembukaan yang agung, kata-kataku akan sulit kamu pahami sehingga aku perlu menciptakan kamus khusus untuk menterjemahkan bahasaku sendiri yang kurang atau bahkan asing kamu dengar. Di desa yang asri dan agung ini aku diperkenalkan dengan sastra bahkan filsafat yang membuat aku seperti ini, setiap malam tak lupa aku menyambangi warung kopi favoritku yang terletak di perempatan jalan. Dan di pagi hari aku biasa ke sekolah tidak mandi dan hal itu wajar dan biasa saja untukku bahkan teman-temanku
(Cerpen yang berjudul Disana tempat ngaji beta)*
Seusai aku berjalan santai menuju lantai 2 yang nyata-nyata adalah tempat dimana para anak-anak jenius berkumpul menjadi satu sehingga menjadikan tempat itu angker bagi siapa pun termasuk para guru, karena anak-anak jenius itu seperti pramuka yaitu kompak satu tujuan(untuk tidur dan gaduh). Aku sempat haru saat temanku yang dulunya sangat malas memintaku untuk mengajarinya kitab kuning, aku maklum karena beberapa minggu lagi akan ada Tes Kitab Kuning/Salaf. Dengan tekun dia belajar dengan siapa pun termasuk denganku bahkan menyeretku saat aku masih berada dikantin sekolah hanya untuk menanyakan arti satu kalimat, dan akhirnya XII B yang angker itu dan banyak dihuni anak-anak jenius nan canggih bisa lulus 100 persen dalam tes kitab.
(Cerpen yang berjudul Kami nakal tapi bandel)*
Saat itu aku terduduk dan ditutup mataku, aku dibentak dan terus menjadi ejekan orang disitu. Aku sakit hati saat ada yang berkata seenaknya saja tanpa memikirkan nasib hati orang lain yang mungkin rentan, dan pementasan selesai.
(Teater Sutaji)
*Cuplikan beberapa karya
layaknya padi yang masih hijau menunggu mentari
aku menantinya yang pergi jauh menyusuri paku itu
aku sama sekali tidak puitis
dan aku juga tak pandai merayu
namun senda gurau yang bisa aku ciptakan
(Cuplikan puisi yang dibuat di Salafiyah Kajen 2013)
Dimulai dari pembukaan yang agung, kata-kataku akan sulit kamu pahami sehingga aku perlu menciptakan kamus khusus untuk menterjemahkan bahasaku sendiri yang kurang atau bahkan asing kamu dengar. Di desa yang asri dan agung ini aku diperkenalkan dengan sastra bahkan filsafat yang membuat aku seperti ini, setiap malam tak lupa aku menyambangi warung kopi favoritku yang terletak di perempatan jalan. Dan di pagi hari aku biasa ke sekolah tidak mandi dan hal itu wajar dan biasa saja untukku bahkan teman-temanku
(Cerpen yang berjudul Disana tempat ngaji beta)*
Seusai aku berjalan santai menuju lantai 2 yang nyata-nyata adalah tempat dimana para anak-anak jenius berkumpul menjadi satu sehingga menjadikan tempat itu angker bagi siapa pun termasuk para guru, karena anak-anak jenius itu seperti pramuka yaitu kompak satu tujuan(untuk tidur dan gaduh). Aku sempat haru saat temanku yang dulunya sangat malas memintaku untuk mengajarinya kitab kuning, aku maklum karena beberapa minggu lagi akan ada Tes Kitab Kuning/Salaf. Dengan tekun dia belajar dengan siapa pun termasuk denganku bahkan menyeretku saat aku masih berada dikantin sekolah hanya untuk menanyakan arti satu kalimat, dan akhirnya XII B yang angker itu dan banyak dihuni anak-anak jenius nan canggih bisa lulus 100 persen dalam tes kitab.
(Cerpen yang berjudul Kami nakal tapi bandel)*
Saat itu aku terduduk dan ditutup mataku, aku dibentak dan terus menjadi ejekan orang disitu. Aku sakit hati saat ada yang berkata seenaknya saja tanpa memikirkan nasib hati orang lain yang mungkin rentan, dan pementasan selesai.
(Teater Sutaji)
*Cuplikan beberapa karya
0 komentar