Debu-debu tanpa sayap(Coretanku)
08.39
Bolehkah aku meminjam ragamu?
Bolehkah aku meminjam hatimu?
aku ingin tahu rasanya menjadi peka
Terlalu banyak firasatku tentang itu, tentang angin yang terus saja menamparku tanpa henti tanpa permisi tanpa imbalan ciuman ikhlas hati. Di serambi aku duduk dan menekuni debu-debu kecil yang terbang, kata siapa terbang itu harus memakai sayap, aku terus berpikir demikian, aku tak peduli akan paham atau tidak, ini hatiku yang tak akan aku pinjamkan ke siapa pun karena hati ini untuk kamu. Aku melanjutkan lamunanku yang sempat terputus oleh debu-debu tanpa sayap yang banyak itu, aku tinggal disalah satu hati yang kosong, hati yang beku tanpa lampu yang disebut suram.
Aku terduduk sendiri diantara bingung dan duka serta kecewa, banyak yang berharap akan hatimu namun terima kasih kamu tidak menerimanya, pada hari ini kurang tiga hari dimana angka yang paling kubenci akan muncul. Yang tersayang kamu dimana?
Setiap detik ada yang aneh
hingga aku tidak tahu aku ini siapa
apakah aku bermimpi
apa yang disebut dengan benci dan cinta
mungkin tak ada bedanya
Namun selalu aku bertanya , adakah aku dimimpimu. Tolonglah aku tuhan, sentuhanku tak mampu menyentuhnya. Begitu sakit yang amat terasa hingga sakit itu sudah biasa aku rasa. Tak ada obat penawarnya, dimana? Tuhan, bantu aku mencarinya. Suara sumbang itu masih saja terdengar nyaring terdengar di telingaku.
Yogyakarta, 1 Oktober 2014
Bolehkah aku meminjam hatimu?
aku ingin tahu rasanya menjadi peka
Terlalu banyak firasatku tentang itu, tentang angin yang terus saja menamparku tanpa henti tanpa permisi tanpa imbalan ciuman ikhlas hati. Di serambi aku duduk dan menekuni debu-debu kecil yang terbang, kata siapa terbang itu harus memakai sayap, aku terus berpikir demikian, aku tak peduli akan paham atau tidak, ini hatiku yang tak akan aku pinjamkan ke siapa pun karena hati ini untuk kamu. Aku melanjutkan lamunanku yang sempat terputus oleh debu-debu tanpa sayap yang banyak itu, aku tinggal disalah satu hati yang kosong, hati yang beku tanpa lampu yang disebut suram.
Aku terduduk sendiri diantara bingung dan duka serta kecewa, banyak yang berharap akan hatimu namun terima kasih kamu tidak menerimanya, pada hari ini kurang tiga hari dimana angka yang paling kubenci akan muncul. Yang tersayang kamu dimana?
Setiap detik ada yang aneh
hingga aku tidak tahu aku ini siapa
apakah aku bermimpi
apa yang disebut dengan benci dan cinta
mungkin tak ada bedanya
Namun selalu aku bertanya , adakah aku dimimpimu. Tolonglah aku tuhan, sentuhanku tak mampu menyentuhnya. Begitu sakit yang amat terasa hingga sakit itu sudah biasa aku rasa. Tak ada obat penawarnya, dimana? Tuhan, bantu aku mencarinya. Suara sumbang itu masih saja terdengar nyaring terdengar di telingaku.
Yogyakarta, 1 Oktober 2014
0 komentar